Minggu, 05 Februari 2017

BIOLOGI RUMPUT LAUT






A.       Biologi
Rumput laut atau seaweed sangat populer di dunia perdagangan. Dalam dunia ilmu pengetahuan rumput laut dikenal sebagai alga. Rumput laut tergolong tanaman berderajat rendah, yang tidak mempunyai batang, akar, dan daun sejati. Tanaman ini hanya menyerupai batang yang disebut thalus dan umumnya menempel pada subtrat keras, pasir, lumpur, batu, dan benda-benda keras lainnya. Rumput laut dapat juga menempel pada rumput laut lain secara epifitik.
Perbedaan sifat dan biologis rumput laut di Indonesia mengakibatkan perbedaan cara penyebaran di wilayah negara kita. Pengetahuan tentang penyebaran tiap – tiap spesies akan sangat membantu kita dalam menentukan spesies yang akan kita budidayakan. Pertumbuhan dan penyebaran rumput laut sangat dipengaruhi oleh faktor – faktor oseanografi (fisika, kimia dan pergerakan atau dinamika air laut) serta jenis subtrat dasarnya.
Secara taksonomi, rumput laut dikelompokan kedalam divisio Thalophyta karena secara umum semua bagian rumput laut berupa thalus. Sedangkan berdasarkan kandungan pigmen rumput laut dikelompokan menjadi 3 (tiga) kelas, yaitu :
1.              Rhodophyceae (alga merah)
2.              Chlorophyceae (alga hijau)
3.              Phaeophyceae (alga coklat)

Secara umum alga makroskopis memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1.    Tubuhnya tersusun dari banyak sel
2.   Struktur tubuhnya berupa thalus yaitu suatu struktur yang belum dapat dibedakan dengan jelas antara akar, batang dan daun.
3.  Di dalam sel-sel tubuhnya terdapat pigmen penyerap cahaya yang berupa kloroplas atau kromatofora.
4.   Bersifat autotrof yang dapat menghasilkan zat organik dan oksigen melalui proses fotosintesis
5.    Dapat berkembang biak secara seksual dan aseksual

B.        Klasifikasi Rumput Laut
Untuk menentukan  divisi dan mencirikan kekerabatan antar kelas secara khas di pakai komposisi plastida pigmen, persediaan karbohidrat dan komposisi dinding sel. Dari proses fotosintesis Rhodophyceae menghasilkan Floridian starch, mannoglyceryt dan  floridocyt. Phaeophyceae menghasilkan mannitol, laminarian, selulosa, algin  dan fucoin  dari proses fotosintesisnya. Sementara itu dari proses fotosintesis Chlorophyceae dihasilkan kanji dan lemak.
Kandungan pigmen juga menjadi kriteria penting dalam penentuan klasifikasi rumput laut. Rhodophyceae mengandung klorofil a dan d, alfa dan beta karoten, lutein, zeaxantin, picobiliprotein, r-phycocyanin, r-phycoerytrin. Phaeophyceae mengandung pigmen klorofil a dan c, alfa dan beta karoten, xantofil, fucoxantin, flavoxantin dan violaxantin. Sementara Chlorophyceae mengandung pigman klorofil a dan b, alfa dan beta karoten, lutein, zeaxantin, siponoxantin dan xantofil.
1.          Alga Merah
Mayoritas spesies rumput laut adalah bagian dari Divisi Rhodophyceae, atau alga merah. Mereka ditemukan dalam berbagai bentuk fisik, termasuk filamen sederhana dan bercabang, tanaman berdaging, dan lembaran. Beberapa alga bersel tunggal merah sementara yang lain bisa mencapai panjang 2 atau 3 meter. Alga merah memiliki struktur antarsel yang unik, yang memberikan mereka kualitas, kenyal seperti karet.
Phycocyanin dan phyckoerytrin pada alga merah menyebabkan warna hijau klorofil tidak kelihatan. Cadangan utama dari alga merah berupa tepung floridean, yang identik dengan amilopektin bercabang. Dinding sel alga merah mengandung selulosa, galaktans (seperti agar, karagenan), silan, dan mannan, terdiri dari dua lapis yaitu lapisan mikrofibril yang keras di bagian dalam dan lapisan gel di sebelah luar.
Alga merah dapat hidup pada kedalaman yang lebih dalam dibandingkan jenis lain dari alga. Hal ini karena cahaya merah dengan cepat disaring oleh kolom air, sedangkan cahaya hijau dan biru menembus lebih dalam. Alga merah memantulkan cahaya merah, tapi menyerap cahaya dalam spektrum biru dan hijau untuk mendapatkan energi, sehingga mereka dapat bertahan hidup di mana hanya sedikit cahaya menembus perairan. Beberapa alga merah telah ditemukan hidup sedalam 200 m. Meskipun alga merah ditemukan di semua samudra, mereka yang paling umum di iklim hangat-temperate dan tropis, di mana mereka dapat terjadi pada kedalaman lebih besar daripada organisme fotosintetik lain. Sebagian besar alga, yang mengeluarkan kalsium karbonat dan memainkan peran utama dalam membangun terumbu.


Eucheuma spinosum salah satu jenis alga merah yang banyak di budidayakan

2.         Alga Coklat
Phaeophyceae adalah alga yang berwarna pirang. Dalam kromatoforanya terkandung klorofil a, karoten, dan xantofill, tetapi terutama Fucoxantin yang menutupi warna lainnya dan yang menyebabkan alga ini berwarna pirang. Kebanyakan Phaeophyta hidup dalam air laut,hanya beberapa jenis saja yang hidup di air tawar. Di laut dan samudera di daerah iklim sedang dan dingin, talusnya dapat mencapai ukuran yang amat besar dan sangat berbeda-beda bentuknya. Alga ini termasuk bentos, melekat pada batu-batu, kayu, sering juga sebagai epifit pada thalus alga lain bahkan ada yang hidup sebagai endofit.
Phaeophyceae adalah bentuk paling kompleks dari alga. Dinding sel terdiri dari selulosa dan asam alginat (polisakarida kompleks). Tidak seperti alga hijau atau Cholorophyceae, mereka benar – benar mengandung sedikit pati. Cadangan makanan mengandung gula, alkohol tinggi dan bentuk kompleks lainnya dari polisakarida.


Sargassum sp salah satu jenis alga coklat yang mempunyai nilai ekonomis  penting

3.          Alga Hijau
Divisi ini berbeda dengan divisi lainnya karena memiliki warna hijau yang jelas seperti pada tumbuhan tingkat tinggi karena mengandung pigmen klorofil a dan klorofil b lebih dominan dibandingkan karotin dan xantofil. Hasil asimilisasi beberapa amilum, penyusunnya sama pula seperti pada tumbuhan tingkat tinggi yaitu amilose dan amilopektin.
Hampir semua alga hijau  memiliki kloroplas yang mengandung klorofil a dan b, sehingga memberikan mereka warna hijau terang serta pigmen aksesori beta karoten dan xantofil. Semua alga hijau memiliki mitokondria dengan krista datar. Alga hijau biasanya memiliki dinding sel yang mengandung selulosa , dan menjalani terbuka mitosis tanpa sentriol.

Halimeda sp salah satu jenis alga hijau
C.       Pigmentasi
Kandungan pigmen menjadi kriteria penting dalam penentuan klasifikasi rumput laut. Rhodophyceae mengandung klorofil a dan d, alfa dan beta karoten, lutein, zeaxanthin, phycobiliprotein, r-phycocyanin, r-phycoerytrin. Phaeophyceae mengandung pigmen klorofil a dan c, alfa dan beta karoten, xantofil, fucoxanthin, flavoxanthin dan violaxanthin. Sementara Chlorophycaea mengandung pigman klorofil a dan b, alfa dan beta karoten, lutein, zeaxanthin, siponoxanthin dan xantofil.
Untuk melakukan penyerapan terhadap cahaya, alga mengembangkan berbagai macam pigmen. Setiap pigmen memiliki tingkat absorpsi yang berbeda terhadap spektrum warna cahaya. Pigmen-pigmen fotosintesis ini diklasifikasikan dalam tiga kelompok utama :
1.              Chlorophyl (Chl) yang dengan kuat mengabsorpsi cahaya biru dan merah, contohnya adalah Chl a (terdapat pada seluruh alga) dan Chl b (terdapat pada alga hijau).
2.               Carotenoid yang mengabsorpsi cahaya hijau dan biru, contohnya adalah β-karoten (terdapat pada seluruh alga) dan fucoxanthin (terdapat pada alga coklat) serta xantofil ( terdapat pada alga hijau dan merah).
3.               Phycobilin yang mengabsorpsi cahaya hijau, kuning, dan orange, contoh R-phycoerythrin (terdapat pada alga merah) dan C-phycocyanin (terdapat pada alga biru-hijau). Pigmen-pigmen tersebut merupakan antena bagi alga untuk menangkap energi cahaya.

D.       Habitat
Rumput laut memainkan peran ekologi yang sangat penting dalam komunitas laut secara umum. Mereka adalah sumber makanan untuk hewan laut seperti landak laut dan ikan, dan dasar gizi dari beberapa jaring makanan. Mereka juga menyediakan tempat tinggal dan rumah untuk berbagai ikan, invertebrata, dan mamalia.
Penyebaran rumput laut  dibatasi oleh daerah litoral dan sub litoral dimana masih terdapat sinar matahari yang cukup untuk dapat berlangsungnya proses fotosintesa. Didaerah ini merupakan tempat yang cocok bagi kehidupan alga karena terdiri atas batuan. Daerah intertidal pada pantai yang berbatu-batu mempunyai sifat tertutup sesuai daerah alga merah atau alga coklat terutama alga dari genus Fucus sp. Alga jenis ini biasanya terdapat diperairan yang dasarnya berlumpur atau berpasir karena sangat terbatas benda keras yang cukup kokoh untuk tempatnya melekat. Umumnya ditemukan melekat pada terumbu karang, batuan, potongan karang, cangkang molusca, potongan kayu dan sebagainya.
Dalam budidaya peran subtrat untuk menempel ini di gantikan oleh tali rafia /cicin yang diikatkan pada tali ris. Sehingga organ penempel (holdfast) tidak muncul lagi, disamping itu pengikatan rumput laut pada tali ris juga bertujuan agar rumput laut tidak hilang/jatuh ketika ada arus yang agak kencang atau pada saat ada angin kencang.

Berdasarkan tempat tumbuhnya, rumput laut dapat dibagi menjadi ;
1.              Epilitik yaitu jenis rumput laut yang menempel pada batu
2.              Epipelik yaitu jenis rumput laut yang menancap pada pasir
3.              Epifitik yaitu rumput laut yang menempel pada tumbuhan
4.             Epizoik yaitu rumput laut yang menempel pada hewan yang telah mati

E.        Perkembangbiakan
Siklus hidup dan reproduksi rumput laut bisa sangat rumit. Beberapa rumput laut yang abadi, hidup bertahun-tahun, sementara yang lain disebut musiman karena mereka hidup hanya untuk satu tahun. Rumput laut musiman umumnya mulai tumbuh di musim semi, dan terus sepanjang musim panas. Selama ombak dan badai kuat, stipes dan blades rumput laut sering terlepas dari subtrat. Spesies abadi mungkin juga kehilangan banyak blades mereka selama musim ombak dan badai dan pertumbuhan mereka berkurang.
Rumput laut dapat bereproduksi secara seksual, dengan bergabung sel kelamin jantan dan sel kelamin betina, yang disebut gamet. Seperti sel-sel yang membentuk tubuh kita, sel-sel tanaman rumput laut dewasa diploid, yang berarti bahwa mereka mengandung dua set kromosom. Tanaman diploid disebut sporofit karena mereka memproduksi dan melepaskan spora. Spora yang dihasilkan oleh pembelahan meiosis, yaitu proses pembelahan sel yang membagi dua jumlah kromosom sel dan bentuk-bentuk baru yang berisi hanya satu set kromosom (haploid sel). Setelah mereka dilepaskan dari sporofit, spora yang haploid menetap dan tumbuh menjadi tanaman jantan dan betina disebut gametofit. Para gametofit juga haploid, dan mereka menghasilkan gamet (sperma atau telur). Sperma dan telur yang baik dipertahankan dalam tubuh tanaman gametofit, atau dilepas ke dalam air. Telur yang dibuahi ketika sperma dan sel telur bertemu, dan terbentuk zygot diploid. Zygot berkembang dan tumbuh menjadi sporofit diploid, begitu seterusnya.
 Siklus hidup Codium sp

Rumput laut menampilkan berbagai siklus reproduksi dan kehidupan yang berbeda dan uraian di atas hanya contoh umum dari satu jenis, yang disebut silih bergantinya generasi. Jika bentuk gametofit dan sporofit terlihat sama, hal itu disebut isomorfis (bentuk yang sama) dan jika mereka bervariasi dalam penampilan, hal itu disebut heteromorfik (bentuk yang berbeda).
Sperma dan sel telur masing-masing memiliki bentuk, ukuran, motilitas yang berbeda. Sperma umumnya berukuran lebih kecil, berflagela dan dapat bergerak, sedangkan sel telur berukuran lebih besar, tidak berflagela, dan tidak dapat bergerak. Namun demikian, pada alga merah (Rhodophyceae), spermanya tidak berflagella dan dapat bergerak secara amuboid dan disebut spermatia. Spermatia itu dihasilkan di dalam gametangia kecil yang disebut spermatangia. Sementara itu, oogonium pada alga merah membentuk tonjolan yang disebut trikogen yang merupakan tempat untuk menerima gamet jantan (sperma). Oogonium pada alga merah lazim disebut carpogonium. Pembentukkan gamet jantan (sperma) dan gamet betina (ovum) dalam suatu proses perkawinan, memiliki dua pola yaitu; 1) monoecious yaitu bilamana sperma dan ovum berasal dari satu individu ; 2) dioecious yaitu bilamana sperma dan ovum masing-masing berasal dari individu yang berbeda. Alga-alga yang melakukan perkawinan secara monoecious biasanya disebut alga homothallus, sedangkan alga-alga yang melakukan perkawinan secara dioecious biasanya disebut alga heterothallus.


Siklus hidup Laminaria sp
Rumput laut juga dapat bereproduksi secara aseksual (suatu proses reproduksi yang tidak melibatkan gamet) melalui fragmentasi. Hal ini terjadi ketika bagian-bagian tumbuhan pecah dan berkembang menjadi individu baru secara langsung. Semua keturunan yang dihasilkan dari reproduksi aseksual adalah klon, mereka secara genetik identik satu sama lain dengan induknya.
Siklus hidup alga merah terdiri dari tiga fase, yaitu fase gametofit haploid seta fase diploid yang terdiri dari karposporofit dan tetrasporofit. Alga merah jantan (gametofit jantan) akan menghasilkan spermatangia yang memproduksi spermatia nonmotil dan alga betina (gametofit betina) yang menghasilkan sel telur. Sedangkan pada bagian atas alat kelamin betina (karpogonium) akan tumbuh dan membentuk tonjolan yang disebut trikogen. Selanjutnya spermatia yang tak berflagela ini akan menempel di ujung trikogin dengan bantuan arus air. Setelah itu pada bagian ini akan terbentuk suatu lubang, sehingga spermatia masuk lewat lubang tersebut dan bertemu dengan sel telur dan akhirnya menyatu membentuk zygot.
Siklus hidup Caulerpa sp
Pada Gracilaria sp dikenal pertukaran generasi yang bersifat trifasik, yaitu memiliki 3 fase antara lain fase tetrasporofit, fase gametofit, dan fase karposporofit. Gametofit betina bersifat haploid akan menghasilkan sistokarp sebagai tempat karpospora dilepaskan. Selanjutnya karpospora akan tumbuh menjadi tetrasporofit yang bersifat diploid. Tetrasporofit ini akan menghasilkan tetraspora yang bersifat haploid melalui proses pembelahan meiosis. Tetraspora akan berkecambah dan tumbuh menjadi gametofit jantan dan gametofit betina yang bersifat haploid. Gametofit jantan menghasilkan spermatia dan gametofit betina menghasilkan sel telur. Spermatia dan sel telur akan bersatu dan tumbuh menjadi karposporofit yang berkembang pada gametofit betina


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Comments system